Wahai putriku, engkau adalah perempuan yang paling pandai memakai wewangian. Oleh karena itu perliharalah dua perkataan : Nikahlah dan pakailah wewangian dengan menggunakan air hingga wangimu seperti bau yang ditimpa air hujan.
''Wahai Anak Perempuan Ku''
Bahwasanya jika wasiat ditinggalkan karena suatu keistimewaan atau keturunan maka aku menjauh darimu. Akan tetapi wasiat merupakan pengingat bagi orang yang mulia dan bekal bagi orang yang berakal. Wahai anak perempuanku! Jika seorang perempuan merasa cukup terhadap suami lantaran kekayaan kedua orang tuanya dan hajat kedua orang tua kepadanya, maka aku adalah orang yang paling merasa cukup dari semua itu. Akan tetapi perempuan diciptakan untuk laki-laki dan laki-lakai diciptakan untuk perempuan.Wahai anakku, inilah kenyataan yang engkau hadapi dan inilah masa depanmu. Inilah keluargamu, di mana engkau dan suamimu bekerja sama dalam mengarungi bahtera rumah tannga. Adapun bapakmu, itu dulu. Sesungguhnya aku tidak memintamu untuk melupakan bapakmu, ibumu dan sanak saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selamanya wahai buah hatiku. Bagaimana mungkin seorang ibu melupakan buah hatinya. Akan tetapi aku memintamu untuk mencintai suamimu dan hidup bersamanya, dan engkau bahagia dengan kehidupan bersamanya.
Wahai, putriku yang sebentar lagi akan bersuami, perhatikanlah waktu makan suamimu dan tenangkanlah ia tatkala tidur, karena panas kelaparan sangat menjengkelkan dan gangguan tidur pun menjengkelkan. Jagalah harta dan keluarganya. Dikarenakan kekuasaan dalam harta artinya pengaturan keuangan yang bagus, dan kekuasaan dalam keluarga artinya perlakuan yang baik. Jangan engkau sebarluaskan rahasianya, serta jangan engkau langgar peraturannya. Jika engkau menyebarluaskan rahasianya berarti engkau tidak menjaga kehormatannya. Jika engkau melanggar perintahnya berarti engkau merobek dadanya. (Ahkamu An-Nisa karangan Ibnu Al-Jauzi)
Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib rahimahullah mewasiatkan anak perempuannya:
“Jauhilah olehmu perasaan cemburu, karena rasa cemburu adalah kunci jatuhnya thalak. Juga jauhilah olehmu banyak mengeluh, karena keluh kesah menimbulkan kemarahan, dan hendaklah kamu memakai celak mata karena itu adalah perhiasan yang paling indah dan wewangian yang paling harum”
Dan ketahuilah pula, wahai putriku. Dengan ini, engkau telah keluar dari sarang yang engkau tempati menuju hamparan yang tidak engkau ketahui. Menuju seorang ikhwan yang engkau belum merasa rukun dengannya. Oleh karena itu jadilah engkau sebagai bumi baginya, maka dia akan menjadi langit untukmu. Jadilah engkau hamparan baginya, niscaya ia akan menjadi tiang untukmu. Jadilah engkau hamba sahaya baginya, maka niscaya ia akan menjadi hamba untukmu. Janganlah engkau meremehkannya, karena niscaya dia akan membencimu dan janganlah menjauh darinya karena dia akan melupakanmu. Jika dia mendekat kepadamu maka dekatkanlah dirimu, dan jika dia menjauhimu maka menjauhlah darinya. Jagalah hidungnya, pendengarannya, dan matanya. Janganlah ia mencium sesuatu darimu kecuali wewangian dan janganlah ia
melihatmu kecuali engkau dalam keadaan cantik.
Ketahuilah wahai anakku. Ibu menulis bait ini dengan uraian air mata, bercampur senyum bahagia. Sudah saatnya engkau menerima untuk menempuh hidup baru. Kehidupan di mana ibu, bapak, atau salah seorang dari saudara kandungmu tidak mempunyai tempat di dalamnya. Dalam kehidupan tersebut engkau menjadi teman bagi suamimu, yang tidak menginginkan seorang pun ikut campur dalam urusanmu.
Jadilah istri untuknya wahai anakku, dan jadilah ibu untuk anak-anaknya. Kemudian jadikanlah ia merasakan bahwa engkau adalah segala-galanya dalam kehidupannya, dan segala-galanya di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar